Perempuan Muslimah Berdaya: Harmoni Peran, Keluarga, dan Dakwah di Era Modern

perempuan muslimah berdaya

Perempuan dalam Pandangan Islam

Sejak awal turunnya risalah Islam, perempuan memiliki kedudukan yang sangat mulia dan strategis dalam peradaban manusia. Islam datang di tengah budaya patriarki Arab Jahiliyah yang merendahkan perempuan dan menjadikannya objek. 

Namun, Al-Qur’an dan ajaran Nabi Muhammad mengubah paradigma tersebut dengan menegaskan kesetaraan spiritual antara laki-laki dan perempuan.

Dalam QS. An-Nahl: 97, Allah berfirman bahwa siapa pun yang beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, akan diberikan kehidupan yang baik dan balasan di akhirat. Pesan ini jelas bahwa perempuan tidak hanya dipandang sebagai pendamping suami atau pengasuh anak, tetapi juga sebagai subjek aktif pembangunan umat.

Gerakan Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam berkemajuan, sejak awal menegaskan peran penting perempuan melalui penguatan pendidikan dan dakwah sosial, yang salah satunya dibuktikan dengan lahirnya organisasi Aisyiyah di bawah kepemimpinan Nyai Walidah Dahlan.

Perempuan sebagai Madrasah Pertama dan Keluarga sebagai Basis Peradaban

Dalam kehidupan sehari-hari, peran perempuan muslimah tidak terbatas pada satu aspek, tetapi mencakup berbagai dimensi yang saling melengkapi. Sebagai seorang ibu, perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya.

Rasulullah menegaskan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, dan orang tuanyalah yang membentuk kepribadiannya. Seorang ibu memiliki peran krusial dalam membangun pondasi iman dan akhlak anak sejak dini.

Dalam praktik sehari-hari, seorang ibu muslimah memulai pendidikan anak dari rumah: mengajarkan doa sebelum makan, membiasakan shalat sejak usia dini, hingga menanamkan sikap santun kepada orang tua dan sesama.

Perempuan berperan sebagai pencipta suasana rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, mencerminkan keluarga Islami yang menjadi basis peradaban.

Muhammadiyah menempatkan keluarga sebagai pusat dakwah, sehingga nilai-nilai Islam diajarkan dengan pendekatan moderat dan membangun semangat berkemajuan.

Perempuan Berdaya di Ruang Publik dan Sejarah Teladan Islam

Namun, peran perempuan tidak berhenti di lingkup domestik. Di era modern, banyak perempuan mengemban amanah sebagai wanita karier atau profesional di berbagai sektor.

Dalam perannya ini, perempuan muslimah memiliki kesempatan luas untuk mengaktualisasikan ilmunya sekaligus menjadi teladan integritas, etos kerja, dan kepedulian sosial.

Pencapaian ini sejalan dengan QS. Al-Mujadilah: 11 yang mendorong umat Islam untuk menuntut ilmu dan menjunjung tinggi derajat orang-orang berilmu.

Seorang dosen perempuan, misalnya, tidak hanya mengajar di ruang kelas tetapi juga membimbing mahasiswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan potensi diri.

Guru perempuan di sekolah dapat menjadi inspirasi bagi murid-muridnya, memperlihatkan bahwa perempuan bisa meraih kesuksesan akademik tanpa melupakan nilai-nilai keislaman.

Di Muhammadiyah, semangat tajdid atau pembaruan mengajak perempuan untuk terus berinovasi, baik dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, maupun bidang sosial lainnya.

Kepemimpinan perempuan di ruang publik juga memiliki landasan kuat dalam sejarah Islam. Sosok Khadijah r.a., istri Nabi Muhammad ﷺ, adalah teladan nyata seorang pengusaha sukses yang mendukung dakwah Nabi, baik secara finansial maupun moral.

Demikian pula Aisyah r.a., yang dikenal sebagai salah satu guru besar umat Islam karena memiliki hafalan hadis dan wawasan luas dalam hukum Islam.

Sejarah ini membuktikan bahwa Islam tidak pernah membatasi peran perempuan dalam memimpin dan berkontribusi di masyarakat. Dalam Muhammadiyah, lahirnya Aisyiyah sebagai organisasi perempuan terbesar di Indonesia menunjukkan bahwa perempuan berhak memimpin dengan nilai Qur’ani, mengedepankan musyawarah, dan berorientasi pada pelayanan umat.

Seorang perempuan Muhammadiyah dapat menjadi pimpinan lembaga pendidikan, rumah sakit, atau organisasi sosial, sekaligus tetap berperan sebagai ibu dan istri yang menjalankan perannya di rumah.

Era Digital dan Harmoni Peran Perempuan Muslimah

Era digital menambah tantangan sekaligus peluang bagi perempuan muslimah untuk menyeimbangkan perannya. Kehidupan modern menuntut keterampilan manajemen waktu dan prioritas.

Seorang ibu yang bekerja di sektor publik kini dapat mengatur waktunya untuk mendampingi anak belajar melalui platform daring, sembari tetap melaksanakan tanggung jawab profesionalnya.

Kehadiran teknologi memungkinkan perempuan untuk memperluas dakwah bil hikmah, sebagaimana diperintahkan Allah dalam QS. An-Nahl: 125.

Melalui media sosial, perempuan muslimah dapat membagikan konten edukatif, menginspirasi gaya hidup Islami yang moderat, dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan.

Misalnya, banyak ustazah, akademisi, maupun aktivis perempuan yang memanfaatkan podcast atau Instagram untuk berbagi kajian keislaman, parenting Islami, hingga tips manajemen keluarga berbasis nilai Qur’ani.

Konsep “Harmoni Peran, Keluarga, dan Dakwah” menjadi penting dalam pembahasan perempuan muslimah berdaya. Harmoni ini berarti perempuan dapat mengintegrasikan berbagai peran tanpa harus merasa terpecah.

Di rumah, perempuan menjadi pendidik utama anak-anak; di tempat kerja, ia menjadi teladan profesional; di masyarakat, ia menjadi inspirasi dalam dakwah dan pengabdian sosial. Harmoni ini juga terwujud ketika perempuan berhasil mempraktikkan nilai-nilai spiritual di setiap aspek kehidupan, sehingga tidak ada dikotomi antara dunia domestik dan publik.

Misalnya, seorang perempuan pimpinan sekolah Muhammadiyah tetap aktif dalam kegiatan pengajian Aisyiyah, membimbing anak-anaknya untuk menjadi kader Muhammadiyah, serta memimpin inovasi pendidikan di lembaga yang ia pimpin.

Teladan-teladan perempuan Islam sepanjang sejarah juga memperkuat gagasan harmoni ini. Selain Khadijah dan Aisyah, terdapat Shafiyah binti Abdul Muthalib yang menunjukkan keberanian di medan perang, serta Rufaidah Al-Aslamiyah yang dikenal sebagai perawat pertama dalam sejarah Islam.

Mereka semua menjalankan peran publik tanpa mengabaikan tanggung jawab keluarga dan spiritualitasnya. Kisah-kisah ini menginspirasi perempuan modern untuk tidak ragu mengambil peran strategis di berbagai bidang.

Penutup: Perempuan Muslimah sebagai Pilar Peradaban

Dengan demikian, perempuan muslimah berdaya adalah pilar peradaban yang tidak hanya berkontribusi dalam lingkup keluarga tetapi juga masyarakat luas. Kiprahnya dalam pendidikan, kepemimpinan, dan dakwah menjadi bukti bahwa Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin yang memuliakan perempuan.

Gerakan Muhammadiyah menjadi contoh nyata penguatan peran perempuan dengan memberikan ruang partisipasi dalam berbagai aspek kehidupan.

Di era modern, perempuan muslimah dituntut untuk memanfaatkan teknologi, ilmu pengetahuan, dan jejaring sosial sebagai sarana dakwah dan pemberdayaan umat, sambil tetap menjaga identitasnya sebagai ibu, istri, dan hamba Allah.

Keharmonisan antara peran domestik dan publik menjadikan perempuan muslimah sebagai agen perubahan sosial yang berkontribusi nyata dalam membangun generasi berilmu, berakhlak mulia, dan siap menghadapi tantangan zaman.

 

Oleh Dr. Dyah Worowirastri Ekowati, S.Pd., M.Pd

Anggota Majelis Tabligh dan Ketarjihan PCA Blimbing Kota Malang

Picture of admin

admin

Leave a Replay